Jakarta, CyberNews. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat menyatakan mantan TKI Darsem sebaiknya tahu diri.
"Saya mendengar Darsem menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati hanya Rp 20 juta," kata Jumhur di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, hari ini, Sabtu (6/8).
Jumhur berada di Parigi Moutong untuk berdialog dengan Bupati Samsurizal Tombolotutu dan jajaran pemerintah serta tokoh masyarakat setempat dalam rangkaian hari keempat Safari Ramadhan IV BNP2TKI ke Sulteng dan Sulsel 3-13 Agustus 2011.
Darsem, mantan TKI asal Kabupaten Subang, Jawa Barat, kembali ke kampung halamannya pada Rabu (13/7) setelah terbebas dari hukuman pancung di Arab Saudi setelah dibantu pemerintah dengan diyat sebesar Rp 4,7 miliar dan mendapat bantuan dari para pemirsa sebuah stasiun televisi swasta sebesar Rp 1,2 miliar sehingga kini menjadi miliarder.
Pada Kamis (4/8), dia menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati, TKI asal Bekasi, Jawa Barat, yang dihukum pancung di Arab Saudi karena membunuh istri majikannya. Een Nuraeni datang ke rumah Darsem di Dusun Terungtum RT 09/04, Desa Patimban, Kecamatan Pusaka Negara, Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk menerima sumbangan itu.
Een menyebutkan, sumbangan itu akan dia sumbangkan kembali untuk masjid dan mushola di dekat rumahnya di Bekasi. "Saya rasa kalau dia tahu diri, tidak menyumbang hanya Rp 20 juta tetapi Rp 200 juta hingga Rp 500 juta," kata Jumhur.
Dia menambahkan, Darsem bisa terselamatkan karena kasus pemancungan terhadap Ruyati. Kepala BNP2TKI juga mendengar Darsem di kampung halamannya seperti "toko emas berjalan" dengan berbagai perhiasan menyolok di badannya. "Kabarnya pemirsa televisi yang menyumbang untuk Darsem juga protes," katanya.
"Saya mendengar Darsem menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati hanya Rp 20 juta," kata Jumhur di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, hari ini, Sabtu (6/8).
Jumhur berada di Parigi Moutong untuk berdialog dengan Bupati Samsurizal Tombolotutu dan jajaran pemerintah serta tokoh masyarakat setempat dalam rangkaian hari keempat Safari Ramadhan IV BNP2TKI ke Sulteng dan Sulsel 3-13 Agustus 2011.
Darsem, mantan TKI asal Kabupaten Subang, Jawa Barat, kembali ke kampung halamannya pada Rabu (13/7) setelah terbebas dari hukuman pancung di Arab Saudi setelah dibantu pemerintah dengan diyat sebesar Rp 4,7 miliar dan mendapat bantuan dari para pemirsa sebuah stasiun televisi swasta sebesar Rp 1,2 miliar sehingga kini menjadi miliarder.
Pada Kamis (4/8), dia menyumbang untuk keluarga almarhumah Ruyati, TKI asal Bekasi, Jawa Barat, yang dihukum pancung di Arab Saudi karena membunuh istri majikannya. Een Nuraeni datang ke rumah Darsem di Dusun Terungtum RT 09/04, Desa Patimban, Kecamatan Pusaka Negara, Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk menerima sumbangan itu.
Een menyebutkan, sumbangan itu akan dia sumbangkan kembali untuk masjid dan mushola di dekat rumahnya di Bekasi. "Saya rasa kalau dia tahu diri, tidak menyumbang hanya Rp 20 juta tetapi Rp 200 juta hingga Rp 500 juta," kata Jumhur.
Dia menambahkan, Darsem bisa terselamatkan karena kasus pemancungan terhadap Ruyati. Kepala BNP2TKI juga mendengar Darsem di kampung halamannya seperti "toko emas berjalan" dengan berbagai perhiasan menyolok di badannya. "Kabarnya pemirsa televisi yang menyumbang untuk Darsem juga protes," katanya.
Jumhur menegaskan, sejak semula dia tidak setuju bantuan dari pemirsa televisi itu diberikan semuanya kepada Darsem karena pemerintah telah membayar Rp 4,7 miliar sebagai diyat (pengganti nyawa) kepada keluarga korban yang dibunuh Darsem. "Makanya ketika ada serah terima bantuan pemirsa di televisi itu, saya tidak datang meskipun diundang," katanya.
Kepala BNP2TKI berharap, Darsem tidak bersikap secara berlebihan dan tahu diri dalam menjalani kehidupannya saat ini. Darsem binti Daud Tawar diberangkatkan ke Arab saudi sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) oleh PT Titian Hidup Langgeng, Jakarta, pada 2007, dan bekerja pada keluarga Ibrahim Soleh Ahmad Al Mubariki, di distrik Al Uraija, Selatan kota Riyadh.
Sekitar Desember 2007, Darsem diberitakan media setempat membunuh seorang warganegara Yaman, Walid, yang saat itu bertandang ke rumah majikannya. Dalam pengadilan, Darsem mengaku terpaksa membunuh karena Walid berupaya memperkosanya. Atas perbuatannya itu, pada 6 Mei 2009, dia divonis dengan hukuman mati (pancung) oleh Pengadilan setempat.
Atas vonis mati Pengadilan itu, KBRI Riyadh melakukan banding. Selain itu atas perantara Kedutaan Besar Yaman di Riyadh, Arab Saudi, KBRI berhasil melakukan pendekatan kepada keluarga korban untuk mendapatkan pemaafan. Pada 7 Januari 2011, KBRI menerima pemberitahuan dari kantor Gubernur Riyadh bahwa ahli waris korban telah memberikan pemaafan dengan imbalan uang diyat 2 juta SR (Seaudi Real) atau senilai Rp 4,7 milyar.
Pada 25 Juni 2011, pemerintah Indonesia melalui KBRI Riyadh menyerahkan uang diyat untuk keluarga korban, dan pada Rabu (13/7), Darsem bisa kembali ke tanah air.
Kepala BNP2TKI berharap, Darsem tidak bersikap secara berlebihan dan tahu diri dalam menjalani kehidupannya saat ini. Darsem binti Daud Tawar diberangkatkan ke Arab saudi sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) oleh PT Titian Hidup Langgeng, Jakarta, pada 2007, dan bekerja pada keluarga Ibrahim Soleh Ahmad Al Mubariki, di distrik Al Uraija, Selatan kota Riyadh.
Sekitar Desember 2007, Darsem diberitakan media setempat membunuh seorang warganegara Yaman, Walid, yang saat itu bertandang ke rumah majikannya. Dalam pengadilan, Darsem mengaku terpaksa membunuh karena Walid berupaya memperkosanya. Atas perbuatannya itu, pada 6 Mei 2009, dia divonis dengan hukuman mati (pancung) oleh Pengadilan setempat.
Atas vonis mati Pengadilan itu, KBRI Riyadh melakukan banding. Selain itu atas perantara Kedutaan Besar Yaman di Riyadh, Arab Saudi, KBRI berhasil melakukan pendekatan kepada keluarga korban untuk mendapatkan pemaafan. Pada 7 Januari 2011, KBRI menerima pemberitahuan dari kantor Gubernur Riyadh bahwa ahli waris korban telah memberikan pemaafan dengan imbalan uang diyat 2 juta SR (Seaudi Real) atau senilai Rp 4,7 milyar.
Pada 25 Juni 2011, pemerintah Indonesia melalui KBRI Riyadh menyerahkan uang diyat untuk keluarga korban, dan pada Rabu (13/7), Darsem bisa kembali ke tanah air.
( A Adib / CN27 / JBSM )